Rabu, 29 Februari 2012

Kisah "Laskar pelangi" dari Timur Selatan, NTT

Pendidikan menjadi barang yang mahal di daerah terpencil seperti Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk mencapai ke sekolah, anak-anak disana harus berjalan kaki menembus rute yang terjal.

Film Laskar Pelangi mempertontonkan begitu gigihnya perjuangan anak-anak belitung dalam mencari ilmu. Sepuluh anak miskin belajar dalam ruang yang sama mulai dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP di sekolah Muhammadiyah yang penuh dengan keterbatasan. Namun, itu tak mengurai semangat anak-anak yang menamakan dirinya Laskar Pelangi tersebut. Nah, dalam prespektif dan background berbeda, kisah Laskar Pelangi itu kini ada di desa Supul, kecamatan Kuatnana. Timor Tengah Selatan, NTT.

Untuk mencapai kesekolah, anak-anak disana harus berjuang keras menaklukan jalan yang panas dan berkerikil. Meski begitu, mereka tidak patah semangat. Untuk mengusir lelah, sesekali terdengar canda tawa khas di antara mereka. Rona keceriaan terpancar dari wajah mereka yang polos.

ada dua kampung utama yang didiami warga. yakni, Kampung Suti dan Oefeno, jarak Kampung Suti ke SD Inpres Supul Meo sekitar 3 kilometer, sedangkan kampung Oefeno ke sekolah sekitar 9 kilometer. Saban hari, agar tidak terlambat sampai di sekolah, para sisiwa itu berangkat pukul 05.00 Wita dengan durasi perjalanan sekitar satu setengah jam.


Tak ada pilihan lain, anak-anak itu setiap berangkat ke sekolah selalu berjalan kaki. Medan disana memang sulit, kondisi bergunung-gunung, jalan pun terjal dan membahayakan. Jika pun memiliki sepeda, bocah-bocah itu takkan mungkin menaikinya, bahkan tak sembarang kendaraan bisa melewati jalan itu. Jika tak ada tumpangan mobil dari tambang, satu-satunya cara yang paling aman ya jalan kaki. Kampung Oefeno dihuni sekitar 260 jiwa dari 50 kepala keluarga (KK). Kampung tersebut berdampingan langsung dengan lokasi tambang batu mangan milik PT. Soe Makmur Resources (PT. SMR). Setiap hari sekitar 1200 warga terlibat dipertambangan itu.

Jalan yang dilalui para siswa menuju sekolah adalah jalan menuju lokasi pertambangan. Awalnya jalan tersebut hanya jalan setapak dan becek. Namun setelah perusahaan tambang PT. SMR masuk pada tahun 2008, jalan pun diperlebar. Bukit dan pohon-pohon dikeruk untuk memudahkan akses lalu lalang kendaraan perusahaan asal Jakarta itu. Bahkan bekas kerukan dengan alat berat disisi-sisi bukit masih terlihat, Kondisi tersebut amat membahayakan pengguna jalan karena rawan longsor.

Sekarang akses sudah bagus, warga di pedalaman juga tidak terisolasi lagi. dengan akses yang sudah diperlebar, bukan hanya mobil-mobil tambang yang merasakan manfaatnya. Warga dan para siswa yang hendak ke sekolah pun semakin mudah. Jika beruntung para siswa pun bisa menumpang mobil-mobil tambang secara gratis. Dan itu membantu mereka untuk lebih cepat sampai ke sekolah atau pun pulang ke rumah.

Lain lagi ceritanya kalau hujan, semua mobil tambang kecuali ekskalator, tidak bisa leluasa bergerak atau berjalan. Kendaraan akan terjebak lumpur dan tanah gunung yang licin. Kondisi jalan menjadi sangat licin.

musim hujan juga berdampak pada para siswa dari kampung Suti dan Oefeno. Mereka jadi kerap terlambat untuk datang ke sekolah. Untung pihak sekolah bersikap bijak dengan memberikan toleransi keterlambatan. Jika pun mereka terlambat cukup lama, pihak sekolah juga memberikan sanksi yang bersifat edukatif. Misalnya menyiram bunga di taman sekolah atau menghafal pancasila sampai undang-undang dasar1945.

Di sisi lain, aktifitas pertambangan batu mangan di Desa Supul cukup rentan bagi anak-anak. Sebab tak sedikit yang bekerja meski masih sekolah, Para pelajar biasanya datang ke lokasi tambang sepulang sekolah, Mereka nekat ke lokasi itu karena semua anggota keluarganya ada dipertambangan.

Untuk sampai di lokasi tambang, anak-anak harus naik turun gunung sejauh 12 kilometer. sesampai di lokasi tambang, dia ikut mengais batu mangan. Tindakan mereka cukup membahayakan karena tak dilindungi dengan peralatan apapun. Misalnya sarung tangan, masker, dan bahkan alas kaki. mereka juga tampak berjubel di antara puluhan orang dewasa yang berebut bongkahan batu mangan.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More